Mengubah Permainan Menjadi Keras
BANYAK orang berkata, Hariono bakal hengkang dari Persib Bandung pada Liga Super Indonesia (LSI) 2010-2011 ini. Pasalnya, Persib tak lagi dibesut Jaya Hartono, pelatih yang turut membesarkan nama gelandang bertahan asal Desa Klagen, Kec. Sukodono, Kab. Sidoarjo ini.
Namun, prediksi itu salah besar. Kendati tidak pernah melupakan jasa Jaya yang turut memboyongnya ke Persib, Hariono tetap bersikap profesional. Gelandang "pengangkut air" kelahiran Sidoarjo, 2 Oktober 1985 ini memilih bertahan di Persib. Ini adalah musim ketiganya berkostum "Maung Bandung".
Selain penasaran karena belum memberikan prestasi terbaik, Hariono memutuskan bertahan di Persib karena ia kadung betah di Bandung dan mencintai tim yang mengantarkannya menjadi pemain nasional ini. "Saya selalu berusaha memberikan yang terbaik buat Persib," katanya.
Dalam skema 4-4-2 yang dimainkan pelatih Jovo Cuckovic, Hariono diplot menjadi penyeimbang permainan Persib di lini tengah bersama Eka Ramdani. Jika Eka lebih berperan sebagai motor serangan, Hariono cenderung menjadi "tukang jagal" untuk menghentikan laju pemain lawan yang akan mendekati daerah pertahanan Persib. Ia pun seakan mengubah karakter permainan Persib menjadi berani main keras.
Peran yang sudah dilakoni Hariono sejak berkostum Deltras Sidoarjo tersebut, sejauh ini bisa dijalankannya dengan baik. Namun, karena terkadang harus bermain keras untuk menghentikan laju lawannya, Hariono sangat rentan terkena hukuman kartu kuning maupun merah. Faktanya, selama dua musim di Persib, Hariono selalu mendapat hukuman kartu merah dan menjadi kolektor kartu terbanyak. Namun kini, Hariono terlihat semakin matang. Kontrol emosinya terus mengalami perbaikan sejak pengujung musim lalu. Bayangkan, ia tidak pernah diganjar kartu kuning dalam 12 laga terakhir Persib. Hal yang tidak pernah terjadi sejak ia bergabung dengan Persib. |